al_engqoliyyah
Arah Kiblat
Cara Menghitung Awal Waktu Shalat Ephemeris
Stiker WA Fatihah
HUKUM KIRIM STIKER INNAA LILLAHI./COPY PASTE AL-FATIHAH, ATAU DOA-DO'A UTK ORANG SDH MENINGGAL
Hadirnya media sosial sebagai media dalam memudahkan berbagai aktifitas, sudah menjadi realitas keseharian.
Hal ini juga berlaku bagi orang yang hendak kirim al-fatihah atau doa. Biasanya kalau ada kabar duka orang meninggal dunia di grup whats app, dalam hitungan detik setelah kabar duka muncul, langsung disambut balasan doa dan al-fatihah dalam bentuk stiker atau teks yang sepertinya sudah di-save dan tinggal copy-paste saja.
Anehnya kadang hanya mengirim stiker atau teks doa tersebut, banyak yang tidak membaca do'a atau membaca al -faatihah atau lupa melafalkannya...
Lantas, cukupkah dengan cara demikian? Tanpa mengucapkannya lagi, hanya banyak2an share stiker do'a ?
Jawab:
Do'a yang dikirim untuk orang yang sudah meninggal adalah bisa sampai dan bermanfaat untuk mayyit. Tetapi jika doa-doa tersebut hanya berbentuk stiker atau teks bacaan al faatihah dan do'a lainnya tanpa diucapkan terlebih dahulu sebelum dishare, tidak dikatakan doa dan tidak ada manfaatnya bagi mayyit. Doa-doa tersebut Harus dilafadzkan (diucapakan) secara lengkap terlebih dahulu, sebelum dishare.
Silahkan dilihat beberapa keterangan sbb.:
1.Kitab al-Adzkar li-Syaikhil Islam al-Imam al-Nawawi hal. 16:
اعلم أن الأذكار المشروعة في الصلاة وغيرها واجبةً كانت أو مستحبةً لا يُحسبُ شيءٌ منها ولا يُعتدّ به حتى يتلفَّظَ به بحيثُ يُسمع نفسه إذا كان صحيح السمع لا عارض له
"Ketahuilah bahwa zikir yang disyariatkan dalam salat dan ibadah lainnya, baik yang wajib ataupun sunnah tidak dihitung dan tidak dianggap kecuali diucapkan, sekiranya ia dapat mendengar yang diucapkannya sendiri apabila pendengarannya sehat dan dalam keadaan normal (tidak sedang bising dan sebagainya)".
2. Kitab Al Mausu'ah al-Fiqhiyah (21/249):
"لا يعتدُّ بشيء مما رتَّب الشارع الأجر على الإتيان به من الأذكار الواجبة أو المستحبة في الصلاة وغيرها حتى يتلفظ به الذاكر ويُسمع نفسه إذا كان صحيح السمع؛
"Dzikir yang wajib atau sunah, di dalam shalat atau yang lain, tidak bisa memdapatkan pahala kecuali dilafalkan orang yang berdzikir tersebut dan (suaranya) terdengar, jika pendengarannya normal".
Mbah Hasyim Mengantar Santrinya ke Kajen
Siapa sih yang tak kenal Hadratussyaikh Mbah Hasyim Asy'ari, kakek Gus Dur, pendiri NU, dan "sumber" ilmu dari sejumlah kiai besar di Jawa itu?
Sudah pasti ada banyak kisah tentang kiai besar ini. Sebagian besar kisah tentang beliau sudah pasti pernah dituturkan, baik oleh para muridnya atau oleh orang-orang lain yang pernah mengenal sosok ini.
Tetapi akan selalu ada "little narrative", kisah-kisah kecil tentang Mbah Hasyim yang masih tersembunyi di balik memori para muridnya dan belum diketahui oleh banyak orang.
"Little narrative" tentang Mbah Hasyim itu saya jumpai saat lebaran tahun ini, saat saya "sowan" ke rumah Kiai Muadz Tohir, guru yang mengajari saya bahasa Inggris di Madrasah Mathali'ul Falah, Kajen, Pati, dulu.
Kiai Muadz adalah putera Kiai Thohir bin Nawawi, Kajen. Kiai Muadz menuturkan sebuah "little narrative" tentang Mbah Hasyim yang saya yakin belum banyak diketahui oleh orang. Kisah yang sangat menarik.
Beginilah kisahnya.
Kiai Thohir, ayahanda dari Kiai Muadz, dulu pernah nyantri di Tebuireng, di bawah asuhan Mbah Hasyim. Dengan kata lain, Kiai Thohir adalah santrinya Mbah Hasyim.
Beberapa tahun nyantri, Thohir muda belum banyak mengalami perkembangan. Dia tak terlalu pintar menyerap pelajaran dari Mbah Hasyim. Istilah pesantrennya, "dhèdhèl" (not so smart).
Suatu hari, Mbah Hasyim ada hajat untuk menghadiri undangan dari Kiai Romli di Peterongan, Jombang. Lalu, Mbah Hasyim memanggil santri yang tak terlalu pintar bernama Thohir itu. Mbah Hasyim memintanya untuk menggantikan beliau mengajar kitab Bulughul Maram (kitab kumpulan hadis yang sangat populer di seluruh dunia Islam).
Tentu saja Thohir muda kaget bukan main dan sekaligus panik. Dia merasa sebagai santri yang bodoh. Dia bahkan merasa belum mampu baca kitab berbahasa Arab. Tetapi dia, tentu saja, tak mungkin menolak perintah guru.
Akhirnya, dengan keringat dingin yang bercucuran, Thohir muda memaksa diri mengajar kitab Bulughul Maram. Yang membuat Thohir muda kaget, ternyata Mbah Hasyim tidak "tindakan" (pergi) mendatangi undangan, malah ikut menunggui dia mengajar.
Di luar dugaan, Thohir muda, dengan ditunggui Mbah Hasyim, mampu mengajarkan kitab itu dengan lancar. Tentu dia sendiri kaget. Setelah itu, Mbah Hasyim meminta santri Thohir untuk mengajarkan kitab Bulughul Maram.
Kocap kacarita, singkat cerita, Thohir muda menjadi salah satu murid kesayangan Mbah Hasyim.
Saat boyongan ke Kajen, Mbah Hasyim ikut mengantar Kiai Thohir sampai ke rumahnya. Mbah Hasyim, saat itu, ingin "iras-irus" (sekalian) bertemu dengan Mbah Salam, kakak dari Mbah Nawawi. Mbah Nawawi adalah ayahanda Kiai Thohir. Sementara Mbah Salam adalah ayahanda dari Mbah Abdullah Salam, kiai yang sangat dihormati dan dikenal sebagai wali di Jawa Tengah.
Mbah Hasyim tidak sekedar mengantar Kiai Thohir sampai ke rumahnya di Kajen. Tetapi juga memberikan "suvenir" atau kenang-kenangan berupa tiga kitab hadis besar-besar.
Tiga kitab itu ialah Sahih Bukhari, Syarah Qasthallani (salah satu komentar [syarah] yang terkenal atas Sahih Bukhari) dan Muwatta' (kumpulan hadis karya Imam Malik, pendiri mazhab Maliki).
Ketiga kitab ini dihadiahkan oleh Mbah Hasyim kepada santrinya yang baru boyongan itu sebagai semacam apresiasi intelektual atas kemampuan Thohir muda.
Mbah Hasyim tidak sekedar menghadiahkan tiga kitab itu, tetapi juga membubuhkan autograf atau tanda tangan disertai sebuah ucapan.
Mendengar kisah Kia Muadz ini, saya langsung menyergah, "Boleh saya melihat tiga kitab itu, Pak Muadz? Saya ingin sekali melihat tulisan tangan dan tanda tangan Mbah Hasyim."
Sayang sekali kitab itu tidak disimpan di rumah Kiai Muadz. Melainkan di rumah kakaknya, alm. Kiai Muzammil.
Dalam hati saya berkata: Suatu saat saya pasti akan mendatangi putera Kiai Muzammil dan melihat sendiri "suvenir" yang dihadiahkan oleh Mbah Hasyim itu.
Ada kisah lain yang dituturkan oleh Kiai Muadz tentang kunjungan Mbah Hasyim ke Kajen itu.
Seperti saya tuturkan sebelumnya, selain ingin mengantar santrinya boyongan ke dusunnya, Mbah Hasyim "karonto-ronto" (bersusah-payah) datang ke Kajen juga untuk bertemu dengan Mbah Salam, paman dari Kiai Thohir.
Usai sowan ke Mbah Salam, dalam perjalanan pulang ke rumah Kiai Thohir, Mbah Hasyim menangis "sesenggukan". Mbah Nawawi, ayahanda Kiai Thohir, yang menemani Mbah Hasyim sowan ke "ndalem" (rumah) Mbah Salam, bertanya:
"Kenapa njenengan menangis, Yai?"
Jawab Mbah Hasyim: Ada satu hal yang tak pernah berhasil saya lakukan tetapi dikerjakan oleh Mbah Salam. Aku iri.
"Apa itu, Yai?" tanya Mbah Nawawi.
"Mbah Salam masih sempat mengajar anak-anak kecil. Padahal beliau itu kiai besar. Sementara saya yang ilmunya tak seperti Mbah Salam tak sempat mengajar anak-anak."
Saat sowan ke rumah Mbah Salam, Mbah Hasyim memang melihat beliau mengajar anak-anak kecil. "Mu'allim al-sibyan," mengutip kata-kata Kiai Muadz.
Kiai Muadz menambahkan komentar kecil yang sarat sindiran dan secara ironis bernada "self-mocking". Kata Kiai Muadz, "Sementara kita-kita ini sekarang gengsi jika ngajar anak-anak."
Mari kita hadiahkan Fatehah untuk Mbah Hasyim, Mbah Salam, Mbah Nawawi, Kiai Thohir dan Mbah Dullah Salam.
Al-Fatehah...
SEJARAH KERAJAAN DEMAK, KEJAYAAN DAN KERUNTUHAN
Kewalian Ustadz Alwi (Habib Alwi Alydrus Malang)
Tahun 1970-an ketika pembahasan masalah orang yang tidak boleh diberi zakat, kitab yang dipakai oleh Majlis Muhadlarah Kader Syuriyah NU Malang yang diketuai KH Oesman Mansoer adalah:
خلاصة الكلام في أركان الإسلام السيد علي فكري
menyebutkan: من تلزمه عليه نفقته
Sebanyak 28 orang kiyai anggota majlis Muhadlarah yang hadir sepakat bahwa orang yang ditanggung nafakahnya oleh orang lain boleh menerima zakat. Hanya Kiyai Masduqie yang tidak setuju sesuai yang tertulis dalam kitab tsb. Pembahasan sampai jam 1 dinihari, para kiyai menyarankan Kiyai Masduqie agar ikut pendapat yang banyak dengan dalil:
عليكم بالسواد الأعظم.
Kiyai Masduqie menolak dalil tersebut, karena pemahaman sawadul a'dham pada salah semua. Kiyai Masduqie mau menerima jika yang mengartikan itu orang Arab asli, alim, dan ahli balaghah. Setelah dicari, orang memenuhi syarat tsb adalah Ustadz Alwi Alaydrus.
Malam Senin minggu berikutnya disampaikan jawaban Ustadz Alwi yang membenarkan pendapat Kiyai Masduqie. Para kiyai sepuh saat itu mengakui kehebatan Kiyai Masduqie yang umurnya sekitar 34 tahun ternyata memiliki pemahaman yang cerdas.
إلى أرواح الأستاذ علوي العيدروس وجميع أعضاء مجلس محاضرة كاذر الشورية للنهضة العلماء بمالانح الفاتحة
Deskripsi Syahadat
Kandungan Kalimat syahadat mendeskripsikan, bahwa tidak ada Tuhan terkecuali Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah. Dua kalimat syahadat didahulukan dari yang lainnya sebab menjadi syarat sahnya rukun-rukun yang setelahnya.
Rukun syahadat ada lima, yaitu syahid, masyhud lah, masyhud alaih, masyhud bih, dan shigot.
- Syahid adalah seseorang yang menyatakan bahwa Allah adalah esa, meyakini terhadap apa-apa yang disampaikan oleh utusan-Nya.
- Masyhud lah adalah Allah Ta’ala dan Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam.
- Masyhud alaih yaitu orang yang tidak mengakui kepada keesan Allah dan risalah yang dibawa oleh rasul-Nya.
- Masyhud bih adalah yang ditetapkan oleh dua kalimat syahadah, yakni menetapkan keesaan Allah dan risalah yang dibawa oleh rasul-Nya.
- Shigot adalah ungkapan dua kalimat syahadat melalui lisan.
Arah Kiblat
Menghadap kiblat adalah termasuk salah satu syarat sahnya salat kecuali dalam dua keadaan, yaitu pada saat sangat ketakutan dan salat Sunnah...
-
Probability sampling Probability atau dapat juga diartikan secara singkat adalah peluang. Probability merupakan suatu ukuran tentang kemu...
-
Siapa sih yang tak kenal Hadratussyaikh Mbah Hasyim Asy'ari, kakek Gus Dur, pendiri NU, dan "sumber" ilmu dari sejumlah kiai b...
-
Kerajaan Demak adalah kerajaan Islam pertama di Jawa yang berdiri sekitar akhir abad ke-15 hingga awal abad ke-16. Kerajaan ini memiliki per...